Rancangan bangunan baru gedung Dewan Perwakilan Rakyat yang menghabiskan dana sekitar 1,6 Triliun serasa membuat kepala rakyat pecah. Memang, kesenjangan sosial di negeri ini sangatlah besar. Antara si Kaya dan si Miskin kita bisa lihat dengan jelas, antara pejabat dan rakyat melarat sangat kelihatan. Bahkan di Negara yang berdasarkan Pancasila ini, sekarang kita bisa memakai istilah kaum kapitalis dan proletariat sebagai pembeda kelas sosial yang terjadi.
Ya, jurang pemisah ini terlalu besar. Si Kaya akan bertambah kaya, si Miskin akan semakin miskin.
Kelakuan wakil-wakil rakyat yang duduk di Senayan menambah pilu hati rakyat
Nilai nominal 1,6 Triliun bukanlah jumlah yang sedikit untuk dianggarkan pada pembangunan gedung yang belum terlalu penting untuk dilaksanakan sekarang. Rakyat
Entah apa yang salah dari negeri ini. Apakah sistem pemilihan langsung anggota legislatif yang membuat para dewan bertingkah seperti ini? Entahlah. Mungkin, banyaknya modal yang dikeluarkan saat kampanye harus segera ditebus dengan berbagai fasilitas kesenangan ketika menerima jabatan. Budayakah? Atau memang sudang tidak ada lagi anggota dewan yang peduli pada rakyat?
Iwan Fals bilang, “kalian dipilih bukan dilotre,” jelas sekali maknanya bahwa anggota Senayan adalah orang-orang terpilih dari seluruh Indonesia untuk mewakili suara seluruh rakyat Indonesia. Tugas seorang pemimpin adalah melayani, bukan dilayani. Anggaran Negara ada di tangan orang-orang ini. Kursi empuk Senayan bagai pisau yang tajam. Bisa dipakai untuk menyejahterakan rakyat, bisa pula dipakai untuk merogoh uang rakyat dengan membabi buta.
Ternyata Pancasila sebagai sebuah dasar Negara kerakyatan telah hilang dari hati para wakil ini. Tidak ada keadilan dalam Negara ini, sungguh kata “keadilan” sangat langka bagi
Setengah abad lebih sudah Indonesia merdeka secara konstitusi, namun kenyataan yang dapat dilihat dilapangan tidaklah ubahnya seperti saat Belanda masih menjajah bangsa ini. Bahkan, penjajahan sekarang bukanlah dilakukan bangsa lain, melainkan kaum pribumi yang mengenakan jas sebagai lambang jabatanlah yang menggerogoti kesejahteraan rakyat.
DPR ada untuk rakyat, bukan untuk pribadi dan golongan sendiri. Beda partai, beda warna, beda golongan, namun satu tujuan yaitu memerdekakan rakyat dari jajahan kemiskinan. Tingkah DPR terkait pembangunan gedung baru itu justru semakin menyengsarakan rakyat. Tenaga rakyat diperas, masuk APBN, terus dipakai untuk sesuatu yang tidak akan dinikmati rakyat. Tidak cukupkah uang yang diperoleh oleh anggota dewan itu dari gaji pokok dan berbagai tunjangan mereka? Atau perlukah gaji pokok mereka dinaikkan dua kali lipat? Atau lebih lagi? Sampai kapan rakyat harus menderita?
Pemimpin adalah pelayan, bukan yang dilayani. Kalimat ini kuncinya. Tidak usah dihitung seluruh
Gedung baru lambang kejayaan Negara. Mungkin beginilah maksud para anggota dewan itu. Jika memang seperti itu,
Selamat atas terciptanya profesi baru yang pekerjaannya enak dan menerima gaji selangit. Fiuhhh…!!! Capek deeehhh...
0 komentar:
Posting Komentar