Selasa, 12 Juli 2011

HMI Minang, Antara ada dan Tiada

HMI minang itu ternyata ada. Catatan ini kubuat karena ada segumpal kegundahan dalam hati ini yang mencoba berontak. Himpunan Mahasiswa Islam minang cenderung memiliki lebih ikatan darah yang agak erat dibandingkan dari suku lainnya.

Secara kualitas, kader HMI yang berasal dari suku minangkabau di Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jakarta (IISIP Jakarta) memang bisa diajak bersaing dengan kader-kader lain, baik dari segi eksistensi maupun kemampuan otak dan strategi. Berdasarkan tingkat kekritisan sampai kontribusi terhadap organisasi, kader-kader HMI yang berasal dari Sumatera Barat memang memiliki jam terbang yang tinggi. Maka dari itu kelompok antara ada dan tiada ini tidaklah salah.

Tingkat kesukuan HMI dari minang memang kental terasa. Belum lagi ditambah dengan pertentangan ideologis dan politis senior yang membawa gerbong masing-masing berbuntut panjang sampai sekarang. Miris melihatnya. Mata ini seakan terbuka lebar, bahwa ini merupakan tindakan yang tidak baik.

Semula kita memang tidak mau mengakui, bahwa kenyataannya kelompok ini memang ada. Walaupun tidak secara resmi dilegalkan karena itu mustahil, dan aku pun menolak perspektif tersebut. Aku tak ingin mengakui adanya kelompok ini, tapi itu mustahil, sebab realitasnya, kelompok HMI minang ini memang ada. Mereka nyata adanya, walaupun tidak diinginkan oleh anggota itu sendiri.

Aku yakin setiap anggota HMI minang tidak ingin menjadikannya sebagai suatu kelompok yang berada ditubuh Himpunan Hijau Hitam, karena pasti akan mengakibatkan pengotak-kotakan, walau, secara fungsional kelompok ini tidak berakibat negatif, menurut pandangan objektif saya.

Saya bisa katakan kelompok ini tidak berefek negatif sebab saya paham dari setiap pribadi ini semuanya adalah orang-orang yang tulus dengan kriterianya masing-masing. Sekarang kesadaran itu muncul, walaupun kita tidak mengakuinya, tapi realitasnya kelompok HMI minang itu ada, walaupun itu secara tidak sadar. Satu pelajaran yang bisa kuambil ketika teringat pelajaran asas-asas manajemen di kelas Pak Ezy, “The right man in the right place.” Sayangnya semua orang ini adalah the right man, and the right place. Sehingga, aku tak punya hak untuk mengeritisinya. Ku bicara dengan objektifitasku yang subjektif.

Semoga bendera dua warna ini selalu mengedepankan asas di atas. anandapujawandra@gmail.com

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More