Minggu, 17 Juli 2011

Seputar Indonesia - Membangun NU yang Mandiri dan Berkarakter

18 Juli 2011

Nahdlatul Ulama (NU) saat ini sedang merayakan hari ulang tahunnya (harlah) yang ke-85. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) secara khusus menyempatkan diri untuk memberikan selamat pada organisasi massa yang didirikan oleh KH Muhammad Hasyim Asy’ari pada 1926 tersebut.

Kehadiran Presiden SBYdalam harlah NU ini memang bukan hal yang luar biasa.Sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia,tentu NU sangat menarik bagi siapa pun,termasuk bagi pemerintah yang saat ini sedang berkuasa.Dukungan warga NU yang jumlahnya jutaan tentu sangat diperlukan untuk mendukung program-program pemerintah.

Terlepas dari hal di atas, kehadiran Presiden SBY sebaiknya jangan hanya dimaknai secara parsial.Bagaimanapun,dukungan positif dari pemerintah bagi kemajuan NU tetap diperlukan.Karena itu,kehadiran Presiden SBY dan sejumlah pejabat pemerintah seharusnya dijadikan momentum bagi warga NU untuk “memanfaatkannya” bagi kemajuan organisasi.

Ingat bahwa umur 85 tahun bukan waktu yang singkat.Dalam rentang waktu yang hampir satu abad ini,NU harus semakin dewasa, berkarakter, dan tentu saja makin mandiri. Kemandirian mutlak diperlukan dalam sebuah organisasi agar menjadi lembaga yang disegani–tidak hanya di forum nasional tapi internasional–dan mampu berbuat lebih bagi kemajuan bangsa.

Yang jelas, dengan kemandirian itu, NU tidak akan mudah dikendalikan oleh orang yang hanya ingin memanfaatkannya demi kepentingan politiknya. Namun perlu diingat, kemandirian ini bukan hal mudah untuk diwujudkan, terlebih dengan masih banyaknya warga NU yang masih terbelit masalah ekonomi dan pendidikan.

Karena itu, sudah menjadi kewajiban bagi NU untuk terus berbenah memperbaiki seluruh kelemahannya. Berbagai konsep yang ditawarkan sebenarnya sudah sangat baik bila berjalan dengan konsisten.

Misalnya, pembangunan kualitas pesantren serta menumbuhkan jiwa wiraswasta bagi warga NU. Karena itu, dukungan dari semua pihak sangat diperlukan termasuk dari pemerintah. Hal lain yang juga perlu menjadi perhatian NU adalah pembangunan sistem organisasi yang baik mulai tingkat bawah hingga atas.

Kaderisasi pun menjadi perhatian serius bagi keberlangsungan dan kemajuan NU di masa mendatang.Tanpa kaderisasi yang baik,sulit bagi sebuah organisasi untuk berkembang bagus. NU telah memutuskan kembali ke Khitah 1926 pada Muktamar Situbondo, Jawa Timur, tahun 1985.Tekad itu seharusnya bukan hanya menjadi slogan.

Semangat itu harus dimaknai untuk kembali pada cita-cita awal, yaitu memerangi keterbelakangan, baik secara mental maupun ekonomi. Artinya apa? NU memang harus meninggalkan politik praktis. Maknanya bisa dikatakan, NU tidak memihak ke mana-mana tetapi ada di mana-mana.

NU harus mampu menunjukkan kenetralannya dalam setiap langkah. Jangan sampai warga NU dibuat bingung dengan manuver yang dilakukan para petingginya yang terjun ke politik praktis seperti di era sebelumnya. Masih banyak hal yang sangat bisa dilakukan NU untuk ikut membangun bangsa ini.

NU yang memiliki jaringan sangat luas di pesantren-pesantren di pelosok Indonesia punya peran strategis untuk ikut andil dalam memberantas gerakan terorisme. Pluralisme bisa menjadi pijakan awal NU untuk memberikan kontribusi positif bagi pembangunan bangsa.

Nilai-nilai pluralis yang diwariskan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) seharusnya bisa menjadi penghayatan bagi kita semua untuk membangun Indonesia yang memang sangat beragam.

Tantangan ke depan adalah bagaimana nilai, karakter, dan tradisi NU di atas bisa muncul sebagai kekuatan alternatif jika praktik-praktik politik yang ada telah dipandang merugikan bangsa ini.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More