Selasa, 12 Juli 2011

Tjatur: PK Mba Prita ditunggu

“PK mba Prita ditunggu. Kami akan mendukung. Sebagai orang Islam, kita ini disuruh berjuang, soal hasil itu nanti.” Itulah komentar dan saran yang diarahkan Tjatur Sarpo Edi dalam menanggapi putusan Mahkamah Agung terhadap Prita Mulyasari, seperti dikutip dari detiknews.com.Pernyataan tersebut disampaikan Tjatur saat rapat Dengar Pendapat Umum di Gedung DPR, Senayan.

MA memutuskan hukuman enam bulan penjara dengan satu tahun masa percobaan. Hukuman dari tim hakim ini bertolak belakang dengan vonis murni bebas dari pengadilan yang pernah diterima Prita. Diadili secara pidana, Prita divonis bebas, namun ketika kasasi dalam putusan perdata, Prita malah divonis penjara enam bulan.

Prita sempat divonis bebas karena tidak terbukti melakukan tindakan pencemaran nama baik terhadap Rumah Sakit Omni Internasional Alam Sutera Tangerang. Surat elektronik berisi keluhan Prita mengenai pelayanan RS Omni, yang diduga sebagai praktek pencemaran nama baik, ternyata disanggah oleh Pengadilan Tinggi Tangerang dengan sebuah hadiah cantik yaitu vonis bebas, pada 29 Desember 2009 lalu. Namun, jaksa mengajukan kasasi dan dikabulkan Mahkamah Agung, sehingga 18 Juli 2011 ini, Prita dijatuh hukuman enam bulan penjara. Penjatuhan vonis ini memiliki dasar yang sama sekali berlawanan dengan dasar vonis pada pengadilan pidana di Pengadilan Negeri Tangerang.

Tjatur Sapto Edi, sebagai Wakil Ketua Komisi III yang menggawangi bidang hukum di DPR, mendukung jika Prita jika melakukan PK (Peninjauan Kembali atas vonis Mahkamah Agung tersebut). Tjatur menilai ada kekeliruan dalam putusan kasasi tersebut.

Kekeliruan yang dimaksudkan oleh Tjatur mengarah kepada tim hakim MA, mereka dinilai telah melanggar kode etik dan dianggap kurang paham mengenai tekhnologi informasi. Tjatur berharap, jika PK yang diajukan Prita dikabulkan MA, maka hakim yang bertugas menyidang Prita haruslah yang memiliki pemahaman tentang Tekhnologi Informasi, sehingga tidak terjadi lagi keputusan yang tumang tindih.

Logikanya, tidak mungkin dalam satu kasus dan masalah yang sama, bisa diambil dua keputusan berbeda. Jika pasalnya mengenai pencemaran nama baik, maka keputusannya tidak boleh berbeda dengan vonis PN Tangerang pada 2009 lalu. Lain halnya ketika Prita disidang dengan pasal berbeda, maka bisa saja hukuman enam bulan tersebut dijatuhi.

Keterangan Tjatur mengenai kasus Prita ini juga diperkuat oleh pernyataan Adnan Buyung Nasution dan Nudirman Munir. Adnan menyatakan bahwa ada keganjilan dalam putusan Hakim MA pada kasasi kasus Prita, sedangkan Nudirman di tempat terpisah, seperti dikutip detiknews.com, mempertanyakan pengabulan permintaan kasasi oleh Jaksa oleh MA.

Nudiman menjelaskan, jika vonis yang dijatuhkan itu adalah vonis murni bebas dari tuntutan, maka, tidak boleh ada kasasi atau naik banding. Nudirman menilai, penegak hukum, dalam hal ini MA, telah melakukan pelanggaran hukum. Hal ini senada dengan Tjatur Sapto yang mengatakan putusan MA telah melanggar kode etik.

Dukungan, baik dari Tjatur maupun Nudirman, merupakan satu dukungan moril yang sangat menguntungkan untuk Prita, karena secara hukum, DPR sebagai lembaga legislatif lebih mengerti mengenai UU ITE.

Mengutip news.okezone.com, Tjatur mengatakan, “"Saya berharap Prita segera mengajukan PK karena sudah ada yurisprudensi kasasi yang membebaskannya dari tuntutan perdata di mana majelisnya pimpinan MA yang lebih luas pertimbangan hukumnya."

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More