Selasa, 12 Juli 2011

Profesi Baru Bernama Anggota DPR

Rancangan bangunan baru gedung Dewan Perwakilan Rakyat yang menghabiskan dana sekitar 1,6 Triliun serasa membuat kepala rakyat pecah. Memang, kesenjangan sosial di negeri ini sangatlah besar. Antara si Kaya dan si Miskin kita bisa lihat dengan jelas, antara pejabat dan rakyat melarat sangat kelihatan. Bahkan di Negara yang berdasarkan Pancasila ini, sekarang kita bisa memakai istilah kaum kapitalis dan proletariat sebagai pembeda kelas sosial yang terjadi.

Ya, jurang pemisah ini terlalu besar. Si Kaya akan bertambah kaya, si Miskin akan semakin miskin.

Kelakuan wakil-wakil rakyat yang duduk di Senayan menambah pilu hati rakyat Indonesia yang mayoritas berada di bawah garis kemiskinan. Terlebih lagi wacana dan rencana pembangunan gedung baru ini dilemparkan menjelang dan saat bulan Ramadhan berlangsung. Puasa yang seharusnya aman , damai, tentram, langsung merubah hati rakyat menjadi gusar dan resah.

Nilai nominal 1,6 Triliun bukanlah jumlah yang sedikit untuk dianggarkan pada pembangunan gedung yang belum terlalu penting untuk dilaksanakan sekarang. Rakyat Indonesia lebih membutuhkan hal tersebut untuk diberdayakan guna kepentingan umum. Memajukan pendidikan yang biayanya selangit misalnya.

Entah apa yang salah dari negeri ini. Apakah sistem pemilihan langsung anggota legislatif yang membuat para dewan bertingkah seperti ini? Entahlah. Mungkin, banyaknya modal yang dikeluarkan saat kampanye harus segera ditebus dengan berbagai fasilitas kesenangan ketika menerima jabatan. Budayakah? Atau memang sudang tidak ada lagi anggota dewan yang peduli pada rakyat?

Iwan Fals bilang, “kalian dipilih bukan dilotre,” jelas sekali maknanya bahwa anggota Senayan adalah orang-orang terpilih dari seluruh Indonesia untuk mewakili suara seluruh rakyat Indonesia. Tugas seorang pemimpin adalah melayani, bukan dilayani. Anggaran Negara ada di tangan orang-orang ini. Kursi empuk Senayan bagai pisau yang tajam. Bisa dipakai untuk menyejahterakan rakyat, bisa pula dipakai untuk merogoh uang rakyat dengan membabi buta.

Ternyata Pancasila sebagai sebuah dasar Negara kerakyatan telah hilang dari hati para wakil ini. Tidak ada keadilan dalam Negara ini, sungguh kata “keadilan” sangat langka bagi Indonesia. Belum lagi kita resah dengan taraf pendidikan masyarakat Indonesia yang sangat memprihatinkan. Mahalnya pendidikan membuat Indonesia tidak ubahnya sebagai Negara yang selalu bergerak di tempat, alias tidak maju-maju dari seluruh aspek.

Setengah abad lebih sudah Indonesia merdeka secara konstitusi, namun kenyataan yang dapat dilihat dilapangan tidaklah ubahnya seperti saat Belanda masih menjajah bangsa ini. Bahkan, penjajahan sekarang bukanlah dilakukan bangsa lain, melainkan kaum pribumi yang mengenakan jas sebagai lambang jabatanlah yang menggerogoti kesejahteraan rakyat.

DPR ada untuk rakyat, bukan untuk pribadi dan golongan sendiri. Beda partai, beda warna, beda golongan, namun satu tujuan yaitu memerdekakan rakyat dari jajahan kemiskinan. Tingkah DPR terkait pembangunan gedung baru itu justru semakin menyengsarakan rakyat. Tenaga rakyat diperas, masuk APBN, terus dipakai untuk sesuatu yang tidak akan dinikmati rakyat. Tidak cukupkah uang yang diperoleh oleh anggota dewan itu dari gaji pokok dan berbagai tunjangan mereka? Atau perlukah gaji pokok mereka dinaikkan dua kali lipat? Atau lebih lagi? Sampai kapan rakyat harus menderita?

Pemimpin adalah pelayan, bukan yang dilayani. Kalimat ini kuncinya. Tidak usah dihitung seluruh Indonesia, sekarang, berapa banyak kita lihat pengemis yang bertaburan dibelantara Jabodetabek. Bahkan setiap melewati lampu merah, pasti ada manusia-manusia penampung rupiah itu. Perkara gedung baru bukanlah sesuatu yang ideal untuk direncanakan sekarang, tapi bagaimana caranya supaya mereka yang selalu tidur dijalanan itu diberikan pekerjaan sehingga tidak ada lagi yang namanya tangan di bawah, yang ada adalah tangan di atas, itulah seharusnya pencanangan pemerintah.

Gedung baru lambang kejayaan Negara. Mungkin beginilah maksud para anggota dewan itu. Jika memang seperti itu, Indonesia tidak lebih hanya sekedar buah kelapa yang telah habis air dan isinya, keras dan perkasa tampilannya di luar namun kosong melompong di dalam. Terus, kalau DPR tidak bisa meyejahterakan rakyat, dan masih melanjutkan pembangunan gedung baru tersebut, maka kita ganti saja status DPR menjadi sebuah institusi perusahaan swasta yang selalu siap untuk melayani karyawan-karyawannya. Sekarang DPR menjadi lembaga profesi, jadi anggota dewan itu adalah karyawan-karyawan perusahaan bernama Dewan Perwakilan Rakyat yang siap sedia menyediakan fasilitas, tunjanan, kenaikan gaji, dan berbagai kenyamanan lainnya, asalkan karyawan-karyawannya bisa bekerja secara professional. Lantas apa pekerjaannya dan dari mana sumber uangnya? Pekerjaannya adalah membuat anggaran untuk kepentingan sendiri dan golongan yang bertujuan semakin memperkaya diri, serta sumber uangnya adalah menyedot APBN.

Selamat atas terciptanya profesi baru yang pekerjaannya enak dan menerima gaji selangit. Fiuhhh…!!! Capek deeehhh...

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More