Selasa, 12 Juli 2011

Sedikit Deskripsi Dari Ironi Bumi Pertiwi

Terkata luar biasa, namun hal ini sudah menjadi kelengkapan bangsa Indonesia yang tak pernah ataupun sangat sulit untuk dihapuskan. Tipu-menipu dan kemiskinan, satu dari seribu kelengkapan bangsa yang sudah mendarah daging, sampai akhirnya ada satu kata mutiara yang terlontar dari salah seorang yang paling berjasa di negeri tercinta ini mengatakan,”kutanya pada Tuhan, kapan Indonesia terbebas dari kemiskinan? Tuhan pun menjawab dengan linangan air mata”.

Ironi? Entahlah kata apa yang seakan harus di sandingkan dengan kemiskinan dan tipu-menipu ini. Terus pertanyaan yang menggelayut dibenakku selanjutnya adalah, siapa penanggungjawabnya?,” kurasa kalian yang sudi membaca tulisan dan coret-coretanku yang tak berguna ini juga bertanya hal yang serupa, sehingga tak pernah terlintas dalam otak kita yang katanya cemerlang dan bermuatan memori system perkembangan peradaban ribuan cc ini suatu system masyarakat madani terkini.

Izin hamba bercerita sedikit wahai pembaca tercinta. Sekarang kita mainkan imajinasi seorang manusia dalam berkhayal, maka bacalah tulisan ini sampai habis dan bayangkan sendiri dalam angan-anganmu sekalian apa yang akan kuceritakan. Sehingga, dari karya tulis ini akan tergambar ribuan komik-komik khayalan yang terlukis indah dalam benak masing-masing anak-cucu Adam, yang bersedia dan bermurah hati meluangkan sedikit waktunya untuk membaca dan berkhayal dengan tulisan asal-asalan yang diketik menggunakan sebuah alat canggih yang sedikit tertinggal, komputer dengan CPU Samsung dan Monitor bermerk LG, serta masih setia menggunakan windows XP dan sebuah printer Canon rusak yang manatapku dengan kesal dari arah atas kepalaku, mungkin printer rusak itu berteriak,”KAPAN AKU DIPERBAIKI???.”

Begini ceritanya!!!

Pada suatu hari dizaman dahulu kala, tepatnya hari Rabu, kulihat kalender canggih yang bisa melompati zaman di handphone merk D-O*e ku, waktu menunjukkan angka 17 februari 2010, katanya HP yang aku beli tahun lalu ini lumayan canggih, entah aku tertipu, atau memang benar-benar canggih, “aku tidak ambil pusing, yang penting punya alat komunikasi,” begitu bibirku berujar dengan tidak mengeluarkan suara. Namun ketika akhir-akhir ini dia menunjukkan perilaku aneh, dan ada seorang teman wanitaku yang kemudian berujar,”makanya, jangan pakai produk yang tergolong langka, pakai donk HP Nok*a.” Aku hanya tersenyum kecut dibuatnya.

Oia, kita kembali ketopik pembicaraan, maaf ya sedikit ngelantur?!. Hari Rabu itu, dengan menaiki mobil APV berwarna hitam milik salah seorang teman yang usianya terpaut sekitar 5-10 tahun denganku, kita meluncur ke daerah Jakarta Pusat. Aku duduk diblok tengah, sementara di jok depan ada pemilik mobil yang mengendarai sikuda besi beroda empat, dan disamping kanannya duduk lelaki bertopi hitam yang bertuliskan nama salah satu stasiun televisi terkemuka di Indonesia. Disampingku duduk pula dua stel kemeja berwarna hijau dan putih bergaris-garis, terus sebuah tas sandang hitam yang aku sendiri pun tidak mengetahui apa isinya,dan enggan pula menanyakan kepada pemilik tas karena aku masih memiliki rasa segan kepadanya, kemudian bertenger pula sebuah tas hitam lainnya yang akhir-akhir nanti kuketahui berisi kamera dengan panjang sekitar 40cm dan lebar 20cm, dan biasa dibawa-bawa oleh manusia yang dilehernya tergantung tulisan bernada “PERS”.

Sekitar 30 menit, kami sampai di daerah Kwitang Jakarta Pusat. Berikut ku inisialkan pemeran dalam cerita pendekku ini, Aku sebagai Pj, pemilik mobil berinisial Bm, dan lelaki bertopi punya singkatan nama Hr.

Bm : “Ayo kita mulai!”

Kami bertiga pun turun keluar dari mobil hitam itu. Suasana saat itu lumayan terik karena ganasnya sinar Sang Surya Ibukota tercinta. Kemudian ku hampiri salah seorang pedagang valas yang berjualan disepanjang kwitang raya, sementara itu sang pemilik mobil mengganti pakaiannya dengan kemeja yang menjadi pasanganku di jok belakang, pria bertopi asyik merangkai kamera dan tripodnya, dan saat itu aku mengenakan baju dinas kemeja merah yang berselimutkan keringat.

Pj : “Pak, bisa kan?”

Pedagang valas: “hnhn, yaa bisa lah, ga apa-apa”

Bm : “Pj, gimana?”

Pj : “Okay, mantap!”

Sedikit lobi-lobi dengan pedagang valas bernama Bram alias Udin Penyok, akhirnya kita bisa mengambil gambar bertema Bank terbesar,“CENTURY”.

Selidik punya selidik, ternyata pedagang valas kaki lima ini sudah bedagang sejak masa krismon dulu, sekitar tahun 1998. Setiap harinya pedagang ini melayani, bisa dikatakan tidak sampai sepuluh pelanggan yang berniat menjual atau membeli mata uang asing tersebut. Serta penghasilan yang didapat setiap harinya pun sangat minim, hal ini sangat kontras jika dibandingkan dengan transaksi valuta asing yang terjadi di sebuah bank yang berlokasi tak jauh dari sana.

Bm : “Pak Bram, gimana terpengaruh krisis ga?”

Bram (Udin): “gak tuh, kita disini mah beda sama bank, kalo dibank ga mau ngelayanin yang uangnya rusak, atau lecek, tapi kita uang yang agak robek aja kita layanin, masalah krisis kita kagak ngmbil pusing” (berlogat betawi kental)

Begitulah pengakuan Udin yang gambarnya terus diambil dan disorot oleh Hr ketika melakukan trransaksi dengan pelanggan yang waktu itu sedang bernegosiasi ingin menukarkan uang miliknya. Miris dan mengiris, dibank, transaksi berlangsung elegan dengan jumlah besar, bahkan tak jarang sangat besar, namun tak jauh dari kemewahan itu terdapat transaksi serupa dengan iklim berbeda, disini penjual dan pembeli tak ada yang mengenakan pakaian mewah, hanya kaos oblong lusuh, topi kumal, dan muka berdebu yang ada. Ketika kulihat isi dompet Pak Udin ini, hanya ada satu lembar uang 20 ribu berwarna hijau yang dengan sengaja dirawat rapi dan tidak akan dibiarkan kusut olehnya.

Akhirnya selesai obrolan hangat disertai dengan sorotan kamera Hr ini. Keramahan Udin dan penjual valas kaki lima ini tak kalah dengan keramahan para teller bank. Keindahan negeri ini tercermin disini, dimana kesenjangan social sangat kental terlihat. Selesai pengambilan gambar, kita pun ngopi bareng dengan tukang ojek dan pedagang valas tadi.

Selang lima menit, aku menemukan seorang pemulung bernama Suherman yang tidak mau dipanggil dengan namanya, namun dia mau dipanggil dengan sebutan Siman-Siman. Ini lebih parah, dengan mulut berbau “amer”, pria berpakaian kemeja robek, rambut acak-acakan, sepatu yang kelihatan ujung jempol kai, memanggul karung putih berisi botol plastik, dan berusia tidak sesuai dengan penampilan ini bahkan tidak mengetahui apa nama pekerjaan yang digelutinya selama sebulan terakhir ini.

PEMERINTAH MANA PENDIDIKAN YANG KALIAN JANJIKAN?

Kemudian waktu kuhabiskan untuk bercakap-cakap dengannya.

Pj : “Pak, dari mana?”
Siman : “Ini, dari sana”

Pj : “mau kemana?”

Siman : “balik bang”

Pj : “itu karung isinya apa?”

Siman : “botol-botol”

Pj : “Oh, bapak mulung ya pak? (berlagak tidak mengetahui)

Siman : “ia, kata orang-orang sih begitu bang”

Pj : “berapa sekilo botonya pak?”

Siman : “sekarung Rp1500 bang”

Aku tersentak kaget mendengarnya. Siman yang sudah berumur ini mengaku sekarung hanya dihargai 1500 rupiah oleh bosnya yang diakuinya berbadan gemuk, berasal dari Medan, dan sering menggunakan kaca mata hitam serta memiliki alat kelamin menonjol keluar.

Siman mengaku maksimal dia pernah mendapatkan hanya dua karung sehari dan hal itu seharga dengan 3000 rupiah. Jika kita kalkulasikan dalam sebulan, 3000x30=90.000. Ya, hanya segitulah uang maksimal yang diperoleh Siman dari memulung. Padahal setahuku, satu kilo tumpukan plastik bekas itu bisa dihargai sampai 7000 rupiah, bayangkan berapa keuntungan yang diperoleh bos pak Siman ini dari hasil menipu dan memperdaya anak buahnya sendiri.

Kutanya juga, “sudah menikah pak?,” dia berujar dengan polos, ”belum, ini lagi usaha untuk mengumpulkan uang.” Aku ingin teriaaaaakkkkkk!!!!!!.

Tak lama pemilik mobil menghampiri, dia menyodorkan uang bernominal 50.000 rupiah kepada Siman, Siman langsung mengambil dan mencium tangan Bm.

Mendengar tutur kata Siman dan tingkahnya, seakan aku ingin menangis dan meneteskan air mata, dan terbetik dalam hati sebuah pertanyaan menggoda, seandainya manusia revolusioner nomor satu bernama Muhammad SAW, masih hidup, akankah ini terjadi???

Yaaaah begitulah cerita singkat ini kubuat hanya dengan dasar keinsengan semata namun berasal dari kenyataan yang ada. Terimakasih telah membaca tulisan yang seadanya, semoga negeri ini dirahmati Tuhan Yang Kuasa. Maaf, jika kurang menarik silahkan dikitik dan jika menarik silahkan di……………….. hnhnhnhn…. diapain aja deh boleh…

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More